Minggu, 21 September 2008

DOA MASKOT KEBERHASILAN (2)

Kapankah kita berdoa ?, atau kapankah anda berdoa yang terakhir ?, seringkah anda berdoa ?, Barangkali untuk anda yang keimanannya tinggi tentu doa merupakan makanan sehari – hari bahkan menjadi menu pokok dan utama, sedang bagi orang yang seperti saya dimana keimanan kurang mungkin doa hanya saat memperoleh masalah, nah yang terakhir inilah sebenarnya yang dikritik oleh Karl Mark, barangkali menjadi benar karena hanya sebagai pelarian atau candu untuk menenteramkan. Meskipun demikian itu jauh lebih baik daripada kita melarikan pada hal – hal lain, paling tidak saat itu kita mengakui bahwa manusia tanpa daya, diri kita makhluk yang lemah dan harus memiliki tempat curhat untuk meluapkan emosi kita. Jika doa hanya kita pakai sebagai alat untuk mencurahkan emosi kita memang tidak salah, tetapi sayang karena doa bisa kita pergunakan untuk hal – hal lain yang lebih besar. Jika doa dianggap sebagai sugesti maka akan memiliki kekuatan sugesti yang maha dahsyat karena sugesti tersebut diberikan oleh sang Maha Pensugesti.

Tetapi seringkali, doa kita lakukan sebagai satu ritual harian dan sebagai hal kebiasaan, jika hal tersebut hanya sebuah kebiasaan tanpa kesadaran arti sebuah doa dan salurannya, maka doa tersebut hanya akan menjadi satu ritual semu, jika sudah menjadi ritual semu maka kekuatan dan saluran doa akan kehilangan kekuatan dan salurannya. Doa akan memiliki kekuatan penuh saat kita memahami arti doa yang akan kita sampaikan dan disamping itu dengan kesadaran penuh bahwa kita adalah makhluk dhoif yang sangat tergantung oleh kekuatan Pemilik Dunia yakni sang Maha Pencipta. Oleh karena itu hindarilah suatu doa yang hanya sebagaimana ucapan – ucapan hapalan mantra, atau kalimat dalam puisi yang tanpa kita ketahui maknanya, oleh karena itu suatu doa itu luas dapat disampaikan dengan bahasa yang sangat kita pahami agar ada rasa kuat yang tertanam dalam diri kita, jadi bukan sekedar ucapan – ucapan lafal yang tak berguna, hal ini bukan berarti mengurangi arti lafal – lafal doa standar yang banyak diajarkan oleh berbagai agama, maksudnya adalah sampaikan doa dalam satu bahasa dan arti yang dimengerti supaya lebih bisa kita hayati. Doa – doa yang diajarkan oleh Ustadz, Pastur, Kiyai, Orang – orang suci, Pedanda, Bhiku dan lain – lain pemuka agama juga perlu dipelajari karena merupakan pilihan bahasa yang baik dan dirahmati dan memiliki tujuan yang utama.

Haruskah suatu doa dikabulkan ?

Doa perlu sering diucapkan, hal ini bukan hanya sekedar agar kita dianggap orang yang beriman saja, atau karena ditentukan oleh para pemimpin agama, tetapi ingatlah “ doa adalah inti ibadah “ jadi dalam doa bukan hanya merupakan bentuk untuk melancarkan permohonan kita tetapi juga merupakan ibadah kita kepada Tuhan yang telah menciptakan kita. Jika sudah kita memahami doa sebagai ibadah maka setiap doa kita tidak harus diikuti dengan harus terkabulnya permohonan kita, jika kita menyadari hal tersebut maka kita tidak akan pernah menyalahkan doa dan menyalahkan pemberi doa apalagi pusat dari doa tertuju yakni Allah.

Kita harus meyakinkan diri kita bahwa doa yang tidak terkabul bukan merupakan azab atau Tuhan tidak mendengarkan kita, jika kita berpendirian seperti itu berarti kita sudah jatuh pada sangka buruk pada Tuhan, dan biasanya baik secara langsung atau tidak langsung kita menghujat pada Tuhan dengan mengunggulkan kebaikan yang telah kita lakukan misalnya : aku sudah sholat tertib, aku sudah menyatuni anak yatim, aku sudah banyak sodaqoh, aku sudah melakukan berbagai ritual agama secara benar tetapi kenapa doa tidak terkabul.

Kalau doa tidak atau belum terkabul kita akan bisa tetap bisa bersyukur jika mengetahui bahwa doa itu juga ibadah, karena setidak – tidaknya kita sudah melakukan suatu peribadatan yang mana bisa menjadi tabungan amal ibadah yang akan kita ambil dikehidupan akhirat. Dan tidak semua doa yang terkabul itu membahagiakan kita akhirnya, ingatlah Cerita tentang Bal’am, Raja Midas (akan ditulis kemudian).

Mengapa doa tidak dikabulkan ?

Dalam doa yang tidak terkabul atau gagal ada suatu cerita menarik yakni apa yang dikemukakan oleh Ibrahim bin Adham, begini ceritanya :

Suatu kali Ibrahim bin Adham pergi ke pasar Basrah, karena beliau seorang ulama besar maka banyak orang yang mengerumuninya dan menanyakan berbagai hal tentang agama dan berbagai persoalan kehidupan sehari – hari, diantaranya ada yang mengatakan “ Ya tuan imam sudah berkali – kali aku berdoa kepada Allah, tetapi sampai saat ini belum terkabul.

Setelah mendengar pertanyaan tersebut maka sang Imam Ibrahim bin Adham berkata : “ Baiklah aku terangkan kenapa doamu tidak terkabul karena ada 10 hal yang menjadikan penyebab kegagalan doa, yaitu :

  1. Kalian Mengatakan bahwa Tuhanmu hanya Allah, tetapi kamu sering melanggar larangan yang dibuatNya dan meninggalkan yang diperintahNya.
  2. Kalian mengatakan Muhammad adalah Nabimu dan pemberi syafaatmu, tetapi kalian tidak pernah melakukan apa yang telah beliau ajarkan, berat membaca sholawat untukNya, bahkan kalian sering membelakangi apa yang diajarkan dan ditinggalkanNya untukmu.
  3. Kalian mengatakan syetan adalah musuhmu, tetapi perbuatanmu banyak membantunya bahkan kamu menyukai apa – apa yang hanya dikerjakan oleh syetan.
  4. Kalian mengatakan bahwa Qur’an merupakan kitab suci petunjukmu tetapi engkau tidak pernah mengambil pelajaran darinya, bahkan kau sering meragukan pada ayat – ayat yang tertulis didalamnya.
  5. Kalian mengharapkan surga setelah kehidupanmu didunia tetapi kalian lebih suka melakukan perbuatan yang menjauhkanmu dari tempat itu.
  6. Kalian menakuti neraka tetapi justru perbuatan yang kalian lakukan banyak mendekatkan pada tempat jahanam tersebut.
  7. Kalian mengatakan bahwa ridha Allah berdasarkan ridha Orangtua, tetapi kalian lebih banyak menyepelekan orang tuamu, bahkan sering menyia – nyiakannya.
  8. Kalian mengatakan bahwa sesama muslim adalah saudara, tetapi kalian banyak bertikai dan membenci satu dengan yang lain hanya karena masalah – masalah sepele dan tidak perlu
  9. Kalian mengatakan bahwa Kampung Akhirat lebih baik dari dunia, tetapi seluruh kegiatan keseharianmu lebih banyak untuk dunia.
  10. Kalian mengatakan bahwa insan atau manusia itu adalah khalifah di bumi tetapi perbuatanmu tidak menjadi khalifah yang baik, banyak keadilan kalian langgar.

Demikianlah apa yang bisa aku terangkan, untuk itu perbaikilah dirimu dan Insya Allah doamu pasti akan terkabul.

Jika Doa sering tidak terkabul masih perlukah kita berdoa ?

Menurut saya kok masih perlu, karena seperti yang telah kita kupas di atas bahwa doa itu merupakan inti ibadah, kalau dengan doa sudah bisa mencapai inti ibadah kenapa tidak kita lakukan, padahal kan doa mudah, praktis dan dapat dilakukan kapanpun, dengan demikian maka kita bisa lebih banyak melakukan peribadatan karena menurut kitab suci Tuhan berfirman “ Tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah “, dengan demikian semakin banyak doa kita akan semakin banyak beribadah.

Disamping itu Doa juga merupakan senjata bagi orang – orang yang beriman, dengan demikian jika kita memiliki doa kita memiliki senjata, dan dengan semakin banyak doa maka senjata kita akan lebih terawat, sehingga sewaktu – waktu akan kita pergunakan maka senjata tersebut akan selalu siap.

Disamping itu dengan doa kita juga akan bisa curhat dengan sepuas hati dan tidak akan bocor rahasia kita.

Dan sebenarnya tidak pernah ada doa yang baik dan dilakukan sesuai dengan persyaratan dan rukunnya tidak terkabul, hanya saja doa tersebut mungkin terkabulnya dalam kacamata kita sebagai manusia tidak sesuai dengan keinginan kita, mengapa itu terjadi karena keinginan dan kemauan kita yang sebenarnya sering kali kita sendiri tidak tahu. Keyakinan saya tentang doa mesti terkabul sesuai dalam kitab suci yang mengatakan “ Berdoalah kepadaKu dan pasti Aku kabulkan “. Dan itu menjadi keyakinan saya karena saya punya pengalaman tentang hal tersebut. Dulu saya pernah berpikir bahwa orang yang paling enak itu adalah orang yang memiliki penghasilan tetap dan besar. Kemudian doa saya panjatkan untuk keinginan tersebut, lama sekali tidak terkabul, setiap melamar pekerjaan pasti ditolak, bikin usaha sendiri gagal akhirnya saya bosan berdoa dan menganggap doa tersebut tidak terkabul, dan setelah 3 tahun dari waktu tersebut suatu kali ada teman yang menawari saya untuk ikut ke luarnegeri dan akhirnya saya memperoleh pekerjaan yang berpenghasilan tetap dan cukup besar untuk orang seukuran saya. Dan saya baru teringat bahwa itu hasil doa saya ketika saya ketemu orang tua aneh yang dianggap gila mendakwahi saya tentang doa. Jika ingat itu aku jadi tambah bersyukur.

Adakah Tata Cara Doa dan Bagaimanakah itu ?

Setiap agama dan keyakinan kepercayaan apapun pasti memiliki tata cara dan syarat rukun berdoa, dan agama atau kepercayaan apapun jika berdoa pasti memohon kepada sesuatu yang dianggap lebih tinggi dan memiliki kuasa untuk mengabulkan, oleh karena itu dalam berdoa sebaiknya kita mengikuti aturan dan persyaratan dari dzat yang Maha Tinggi yang kita percayai dan tentunya untuk menambah keyakinan kita, kita harus percaya bahwa Dzat yang Maha Tinggi tersebut pasti akan mengabulkan kita. Karena banyaknya Agama dan kepercayaan di dunia ini maka tidak mungkin saya menerangkan tata cara berdasarkan agama dan kepercayaan tersebut. Hanya satu saya kira yang memiliki persyaratan sama yaitu bahwa yang Dzat yang Maha Tinggi pasti mengabulkan jika persyaratan dan rukun sesuai agama dan kepercayaan kita dipenuhi. Dan untuk itu kita harus memuliakan Dzat yang kita mintai dalam doa tersebut.

Secara ekstrim saya mengatakan doa baik dan buruk pasti akan dikabulkan sepanjang syarat dan rukunnya dipenuhi, sebagai contoh upacara santet, teluh dan lain – lainnya yang sering dilakukan oleh dukun jahat maupun black magic itu juga ungkapan doa. Jika suatu doa yang jelek saja terkabul apalagi doa yang baik.

Dalam doa saya memiliki falsafah sendiri, jika saya berdoa ragu – ragu lebih baik saya tidak doa, segala sesuatu harus totalitas jika berani jangan takut- takut, jika takut jangan berani – berani, Dalam doa saya selalu meyakini pasti terkabul. Sehingga dalam judul ini Doa menjadi maskot keberhasilan saya.

Apakah Doa saja cukup untuk Mencapai Keberhasilan ?

Dengan tegas saya menjawab tidak, karena salah satu syarat doa adalah usaha, jika hanya doa saja kita tidak pernah akan mampu mewadahi terkabulnya doa kita, karena doa bersifat metafisika jika tanpa usaha berarti kita hanya bermain – main dalam wilayah metafisika yang abstrak dan doa yang terkabul hanya dalam wilayah metafisika yang abstrak saja dan tidak akan bisa kita kenali, lihat dan juga kita raba secara materiil. Oleh karena itu kita tetap usaha, usaha sebagai mewadahi terkabulnya doa yang bersifat materiil, hal ini terutama pada doa yang tolok ukurnya bersifat materiil. Hanya doa – doa tentang pencapaian bersifat metafisik dan abstrak saja yang tidak perlu usaha.

Saya teringat cerita orang yang menggadaikan jiwanya pada syetan untuk mendapatkan sesuatupun perlu dengan melakukan usaha, sebagai contoh orang yang mencari kekayaan dengan jalan memelihara tuyul , genderuwo, buta ijo dan lain sebagainya oleh pembimbingnyapun tetap disuruh untuk melakukan usaha misalnya jualan, membawa tuyul ketempat orang kaya dan lain – lainnya. Apalagi doa yang kita panjatkan pada Tuhan keyakinan kita harus dengan kerja dan usaha, ingat semua Nabi dan Rasulpun bekerja keras. Jadi doa akan berhasil dengan prinsip “ Ora et Labora “, bekerja dan berdoa.

Siapakah yang Doanya Terkabul ?

Sebenarnya merujuk dari ayat “ ud uni astajib lakum “ siapa saja yang berdoa pasti dikabulkan, baik doa itu bagus ataupun jelek sepanjang syarat rukun dipenuhi. Yang menjadi seringkali menjadi masalah adalah apakah doa tersebut cepat atau lambat akan terkabulkan. Dalam hal ini menurut ajaran yang saya pahami maka ada beberapa orang yang doanya cepat terkabul adalah :

  1. Orang yang dicintai Allah
  2. Orang yang teraniaya
  3. Orang yang dalam perjalanan
  4. Orang yang puasa

Secara khusus siapakah sebenarnya orang yang dicintai Allah itu, dalam kitab suci Al Qur’an dikatakan orang yang dicintai Allah adalah :

  1. Muttaqin (orang yang bertaqwa)
  2. Mukminin ( orang yang beriman)
  3. Muhsinin (orang yang ihsan )
  4. Shobirin ( orang yang sabar )
  5. Mukhlisin ( orang yang ikhlas)
  6. Muslimin ( orang yang berserah diri)
  7. Muksidin ( orang yang taat pada agama)

(catatan : akan dibahas sendiri dalam tulisan lain)

Kapankah waktu yang baik untuk melakukan suatu doa ?

Semua waktu dalam berdoa sebenarnya baik, tetapi ada satu tuntunan yang mengajarkan tentang waktu – waktu mustajabah (terkabul) , yaitu :

  1. Diantara Adzan dan Iqomah
  2. Diantara dua khotbah
  3. Saat hujan turun
  4. Sepertiga malam yang terakhir ( antara jam 3 malam sampai menjelang subuh)
  5. Antara Sholat Maghrib dan Sholat Isya
  6. Waktu sholat Dhuha

Adzab Doa

Ada tatacara atau adzab doa yang mana setiap agama memiliki tatacara sendiri, yang saya ketahui adzabnya adalah :

  1. Suci lahir dan batin
  2. Tempat yang bersih dari hadast besar maupun kecil
  3. Mengarah ke Kiblat
  4. Suasana hati harus ikhlas dan hadir
  5. Niat doa untuk kebaikan umat manusia
  6. Merendahkan hati terhadap Allah
  7. Memiliki sangka baik doa pasti terkabul
  8. Mengakui kehinaan dan ketidak berdayaan kita

Nikmatnya menjadi Mukmin (1)

b

Orang yang beriman sering dikatakan sebagai mukmin, yaitu orang yang percaya kepada adanya Allah, Malaikat, Kitab Suci, Nabi, Hari Akhir, Qodlo dan Qodar. Keimanana atau rasa percaya akan memberikan motivasi besar terhadap perilaku pengabdian terhadap Allah Robbul Izzati. Umumnya orang tidak akan mau melakukan sesuatu pekerjaan kalau dirinya tidak memiliki kepercayaan bahwa apa – apa yang dilakukan akan membuahkan hasil tertentu. Oleh karena itu keimanan merupakan dasar bagi seseorang dalam menjalankan suatu agama atau kepercayaan tertentu. Tanpa disertai iman maka upacara peribadatan dan ritual lainnya hanya akan menjadi kebiasaan semu yang tanpa arti.

Seseorang yang telah memiliki kepercayaan dan keyakinan yang kuat tidak akan mustahil mampu membuat keajaiban dan melaksanakan perbuatan – perbuatan yang mustahil, orang tersebut akan dengan mudah dan ikhlas merelakan harta dan kekayaannya bahkan sampai nyawanya untuk membela keyakinannnya. Berapa banyak prajurit yang rela mengorbankan nyawanya di medan laga karena percaya bahwa membela negara merupakan satu kebajikan. Berapa banyak orang yang rela mengorbankan harta kekayaannya karena percaya bahwa pengorbanan tersebut akan memperoleh balasan dari Tuhannya.

Dalam agama Islam, keimanan menjadi inti utama dalam melakukan suatu peribadatan, seseorang yang melakukan sesuatu tanpa dilandasi keimanan yang kuat, ibarat anak panah tanpa busur, sehingga tidak akan mantap ditembakkan. Oleh karena itu untuk menemukan satu kekuatan terbesar dalam melakukan sesuatu haruslah kita membangun keyakinan dan keimanan yang lebih kuat. Keimanan yang kuat bisa ditempuh dengan ilmu pengetahuan atau dengan melakukan peribadatan yang panjang, dalam al qur’an disebutkan” Wa’bud robbaka hatta ya’tiyakal yaqin” ( sembahlah Tuhanmu sampai datang keyakinan).

Bagi orang – orang yang beriman maka akan mendapatkan berbagai kemudahan dan pertolongan seperti disebutkan dalam Qur’an surat Fushilat=

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ ﴿٣٠﴾ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ﴿٣١﴾ نُزُلاً مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيمٍ ﴿٣٢﴾ وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿٣٣﴾

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ ﴿٣٤﴾

30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu".

31. Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.

32. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

033. Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?"

034. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

Jumat, 12 September 2008

Memahami Jalan Mencapai Surga (1)

Surga banyak dijanjikan oleh semua agama dalam kehidupan di akhirat nanti setelah kita selesai melengkapi kehidupan kita di dunia. Tentunya janji tersebut diperuntukkan bagi orang – orang yang dalam menyelesaikan kehidupan di dunia ini dengan mematuhi perintah dan larangan yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta. Analognya dalam dunia ini kita seperti mengikuti bos atau atasan kita, jika kita menunuaikan tugas yang diberikan dan mematuhi aturan yang telah ditetapkan tentu kita akan memperoleh bayaran dan mungkin promosi jabatan yang lebih tinggi.
Memang manusia itu cerdas dan maunya tidak merugi oleh karena itu setiap tindakan dan tingkah lakunya akan selalu memperhitungkan untung dan rugi, akan selalu meminta balasan setiap apa – apa yang telah diusahakannya, dan itu sangat – sangat wajar sekali, bahkan menurut saya hal itu sangat – sangat diperlukan, karena dengan memperhitungkan balasan atau perolehan setelah kita melakukan sesuatu kegiatan akan menjadikan kita orang yang tahu menghargai waktu, waktu akan semakin berarti dan tentunya akan menjadi orang yang berhati – hati dalam menggunakan waktu yang diberikan oleh Sang Maha Pemilik Waktu. Orang Barat bilang “ Time is money “ (waktu adalah uang), waktu memiliki nilai seperti uang sangat berarti bagi kehidupan kita, dengan demikian kita tidak akan sembarangan membuang – buang waktu dengan percuma (sia-sia). Dengan adanya satu hasil yang nantinya bakal diraih maka kita akan menjadi termotivasi dalam mengerjakan sesuatu.
Dengan adanya surga dan neraka jelas kita juga akan memahami bahwa hidup kita ini ada hukum sebab akibat sehingga tidak serampangan dalam kehidupan kita, kita akan mempertimbangkan segala perbuatan kita. Yang Maha Hidup sebenarnya hanya memberi pilihan kepada kita, kemana kita ingin pergi ? dengan menunjukkan jalan menuju kemana kita akan pergi. Allah menciptakan pahala surga bagi orang – orang yang menginginkan surga dengan memberikan pedoman jalan yang telah tertulis dalam kitab – kitab suci, demikian juga Dia sudah menunjukkan dan memberikan tanda – tanda dan peringatanya jika kita ingin pergi ke neraka. Dia memberi kebebasan kepada kita kemana kita akan memilih, oleh karena itu Beliau tidak pernah protes seandainya kita berbuat ingkar dan mungkar dengan melakukan perbuatan yang dilarang dan meninggalkan yang diperintahkan. Apapun yang ingin kita tuju Allah hanya memberikan petunjuk, mau jalan kanan silahkan, mau jalan kiri juga tidak pernah dilarang.
Ibarat kita membeli sepeda montor atau peralatan apapun pabrik memberikan petunjuk pemakaian dan memberikan peringatan yang tidak boleh dilanggar. Dan untuk keawetan kendaraan sangat – sangat tergantung kita, jika ingin awet dan enak dikendarai tentunya kita perlu mengikuti petunjuk pabrik, tetapi jika ingin cepat rusak dan sering terjadi error ya kita tidak perlu memperhatikan petunjuk cara pemakaian dan meninggalkan yang menjadi pantangannya.
Bagaimana jalan kita menuju surga ?, sebenarnya sangat – sangatlah mudah kita mencari rujukannya yakni dengan memahami bagaimanakah orang – orang yang masuk surga tersebut. Dalam Al Qur’an surat Al Fajr ayat 27 – 30

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾
ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾

فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾ وَادْخُلِي جَنَّتِي ﴿٣٠
﴾yang artinya “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah Kepada Tuhanmu dengan hati yang puas dan di ridlai, Maka masuklah kedalam hamba-hambaKu, Dan Masuklah kedalam SurgaKu “ . Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa orang yang dapat kembali kepada Tuhannya, dan bisa memasuki surgaNya hanyalah orang yang memiliki jiwa yang tenang. Hatinya tidak menjadi resah karena disibukkan oleh berbagai persoalan remeh temeh dunia. Jika hati kita lebih banyak cenderung pada persoalan dunia baik itu harta, jabatan, keluarga dan tetek bengek persoalan dunia tentu hati kita tidak akan menjadi tenang. Tetapi jika kita banyak mengingat pada Allah, sang Maha Pencipta Langit dan Bumi serta isinya maka insya Allah kita akan menjadi tenang ingat surat Ar Rad ayat 28 yang artinya “ Hati yang tenang hanyalah dengan mengingat Allah, dan hanya dengan mengingat Allah maka hati kita akan menjadi tenang “.
Apa dengan demikian kita harus hanya mengingat Allah saja dan tidak mengingat kebutuhan dunia dan bekerja?, tentunya tidak demikian maksud dari ayat tersebut, sebab kita masih hidup di dunia yang perlu makan, pakaian, rumah dan mencukupi kehidupan keluarga. Dan dalam doa kitapun selalu menginginkan kebaikan dunia dan akhirat (ingat “ Robbana atina fid dunya khasanah wa bil akhiroti khasanah). Oleh karena itu supaya di dunia baik dan akhirat baik maka dalam kita mencari kehidupan dunia kita harus selalu mengingat Allah supaya dalam bekerja kita tetap tenang. Ingatlah bahwa dalam bekerja kita mengharapkan ridla Allah dalam memperoleh rejeki, sehingga kita bekerja untuk memperoleh penghidupan dunia dengan tidak cara yang ngawur dan sembrono. Kalau kita bekerja dengan selalu ingat Allah kita pasti akan mencari harta yang baik dan halal, tidak serampangan asal memperoleh yang harta dan rejeki .
Dalam kehidupan kita sehari – hari sering ada pemeo yang mengatakan “ yang haram saja susah, apalagi yang halal “, barangkali hal ini benar, tetapi kalau kita renungi dengan benar maka sebenarnya lebih susah mencari yang haram. Ambil saja contoh, mungkin kita bisa dengan mudah memperoleh harta dengan korupsi, atau menipu, atau mencuri, mudahnya sebenarnya hanya masalah dapatnya, tetapi dalam mengusahakan mencuri, korupsi atau menipu kita harus memiliki satu keahlian khusus, mental baja dan hati yang benar – benar bisa melawan nurani, belum konsekuensi kalau ketahuan orang, kita akan sengsara karena bakal digebukin orang, dipenjara dan harus berhadapan dengan KPK yang nota bene akan membikin kita kehilangan muka. Kalau kita tidak malu menghadapi cemoohan karena perbuatan kita, barangkali kita sudah terbiasa makan rebung (bambu muda) sehingga muka kita sudah jadi gedek (dinding bambu), yang tidak lagi memiliki rasa malu.
Disisi lain barang yang haram secara umum juga tidak ada keberkahannya, akan mudah hilang dan pasti akan membikin mental kita semakin jauh dari moral kebajikan.
Dengan demikian kalau kita mau merenungi dengan hati yang bening, jalan menuju surga itu murah dan aman. Sedangkan jalan ke neraka itu mahal dan susah.
Coba renungilah kawan.

Senin, 08 September 2008

MENJADI KIAI TANPA GELAR KIAI (1)

Musim pilkada di Indonesia selalu memunculkan fenomena- fenomena logis dan tidak logis, berhamburannya materi dan berhamburannya immateri. Dan tak kalah serunya peran dunia metafisika, perangnya para ahli metafisika mulai dari ilmu hitam maupun ilmu putih, dukun, ajengan, kiai, resi bahkan terkadang orang gila dimintai berkahnya, orang gilapun masih bagus ada yang minta berkah dari batu, kuburan, sendang bahkan sesuatu yang menjijikkan juga dimintai berkahnya. Naik daunnya dunia para ahli metafisika secara kemasyarakatan bisa ditanggapi sebagai dua hal yang kontradiktif yakni naiknya keimanan seseorang pada yang gaib atau bisa juga adanya krisis kepercayaan dan keyakinan. Terlepas dari hal tersebut para ahli metafisik terutama dari kalangan agamawan hendaknya mampu memposisikan diri kembali pada citra ketokohan spriritualnya.
Dalam masyarakat Indonesia, figur seorang Kiai masih merupakan figur yang dihormati, disegani bahkan sering kali menjadi panutan dan rujukan. Dimasyarakat yang kental dengan kehidupan agamis Islami, tokoh – tokoh penyandang gelar kiai sering dianggap sebagai Nabi sendiri atau bahkan utusan Tuhan yang fatwanya tak boleh dibantah, apalagi sampai ditentang. Menentang fatwa kiai berarti berdosa atau setidak-tidaknya akan kualat. Sebenarnya apa sih kiai itu ?, banyak versi tentang kiai baik terminologi maupun muatan – muatan yang terkandung di dalamnya. Sampai sejauh ini banyak masyarakat kita cenderung memiliki persepsi kalau kiai mesti pemuka atau tokoh Islam, padahal tidak tokoh kristenisasi di Jawa Tengah khususnya karesidenan Kedu pernah ada seorang Kiai misionaris Kristen yang bergelar Kiai Sadrah, yang banyak berhasil menyiarkan agama. Untuk mengalahkan Aceh Belanda mengangkat dan membentuk Kiai Snock Horgrounye (salah gak ejaannya, maaf deh lupa – lupa ingat). Oleh karena itu kita jangan cepat terpana kalau kita mendengar atau melihat orang yang bergelar Kiai, bahkan ada orang yang mengatakan kalau kiai fulan itu setengah wali ( la setengahnya apa, jin ?, setan? Atau genderuwo he he he). Sebab kalau saya yakin kalau kiai yang benar – benar diridlai “Allah” pasti itu wali, tidak setengah lagi, Cuma yang benar – benar kiai itu yang bagaimana?, sebaiknya mari kita kaji. Nah sebelum ke itu mari kita kenal dulu berbagai macam pernak – pernik sebutan “ K I A I”.
Ada satu cerita, Menurut cerita otak – atik gathuk, Kiai itu dari bahasa Cina, asalnya dari kata “Kia “ yang artinya jalan – jalan, yaitu orang yang berjalan – jalan untuk menyebarkan dan mengajarkan tentang kebajikan, agama dan lain – lainnya yang bersifat propaganda untuk mengikuti salah satu aliran atau agama tertentu. Sesampai di Jawa terminologi itu diucapkan menjadi “Kiai” yaitu orang – orang yang berjalan dan menyebarkan agama serta memberi penerangan tentang kebajikan. Pada awal mulanya kegiatan ini dipandang biasa saja, tetapi lama – lama Tokoh kiai yang berkeliling menyebarkan dakwahnya memiliki apreasiasi tersendiri, karena selain mereka mampu berpropaganda ternyata memang memiliki keahlian lain yang bisa dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat, misalnya kemampuan menyembuhkan penyakit, memiliki kesaktian dan dapat membuat berbagai keajaiban. Dengan Sejumlah kemampuan yang diluar kemampuan masyarakat waktu itu maka Kiai menjadi unsur yang disegani, dihormati dan sekaligus di kasihi.
Orang Jawa pandai memanipulasi dan mengasimilasi maupun mengakulturasikan bahkan menganalogkan. Kata Kiai tidak lagi hanya untuk orang – orang yang mendakwahkan agama saja, tetapi karena orang yang tua dan disegani juga mendapatkan gelar Kiai, orang yang memiliki keahlian mendapat gelar Kiai, orang yang memiliki kesaktian dianggap Kiai, bahkan sampai demikian jauhnya segala sesuatu yang punya keramat dan daya magis disebut Kiai.
Maka jangan heran kalau ada senjata atau apa saja juga mendapatkan sebutan Kiai, misal saja Gong (gamelan) mendapat gelar Kiai Slamet, Keris sakti bergelar Kiai Sengkelat, Kerbau bergelar Kiai Slamet dan lain sebagainya.
Yang kemudian perlu dan pantas di herani adalah tadinya benda mengikuti manusia sekarang menjadi terbalik, maksudnya seorang kiai mengikuti dari perilaku benda yang di kiaikan.
Gong yang bergelar Kiai slamet itu tidak mau berbunyi kalau tidak mendapat sesaji, walaupun dipukul sekeras apapun, tetapi manakala sesaji sudah disediakan komplit maka pukulan yang tanpa tenagapun akan memberikan dengung suara yang mengenakkan telinga, nah kiai penyebar fatwa dan dakwah juga banyak yang tidak berbunyi jika panggilan untuk berdakwah tanpa ada sesaji yang komplit.
Untuk Kiai sengkelat ini banyak juga yakni lebih menyukai tajamnya dan tuahnya keris, sehingga banyak kiai yang memiliki persoalan tidak lagi kembali ke Khithah Islaminya yakni “ Musyawarah” dalam menghadapi persoalan tetapi lebih banyak menggunakan senjata yang dimiliki untuk memecahkan masalah yaitu dengan lebih banyak menggunakan massanya, kalau perlu dengan pertempuran antar massa.
Lain lagi dengan Kiai Slamet sang Kerbau, habis kalau kerbau itu kan tidak memiliki tata krama makanya tidak pernah pakai celana ( kalau pakai clana bukan kerbau kali ya), buang kotoran sembarangan suka makan rumput yang muda – muda, hal ini digunakan sebagai ikon oleh kiai yang berfilosofi kerbau suka makan daun – daun muda dan celananya pasti kendor (atau malah gak pakai celana kali) nah mau gimana lagi dunia kekiaian kita kalau begini ?.
Yang lebih seru lagi di Jawa Tengah muncul istilah kiai “sak iki” ( arti sesungguhnya sekarang), dimana kalau sak (saku) nya tidak di isi ya tidak mau memberikan fatwa, tapi kalau “sak”nya udah di isi mau berapa haripun di ladeni he he he. Kiai ini juga sering dijuluki kiai amplop, tanpa amplop nggak bisa jalan. Tapi kalau saya sebagai kiai saya nggak mau terima amplop meskipun besarnya seberapapun bagi saya yang penting isinya he he he. (sama juga bo ong lu).
Nah kalau kiai dan pemuka agama punya prinsip kiai seperti itu, aku jadi teringat akan ujar para leluhur yang mengatakan :
“ Ana jaman Resi ora isa nyawiji,
Pastur ora isa paring pitutur,
Pandita ora bisa nata,
Kiai ora bisa ngandani, “
Lah – lah kalau sudah begini terus bagaimana kehidupan ini nanti, jangan khawatir Allah masih mencintai kita pasti ada Kiai yang masih pantas dan harus kita ikuti.
“ Allah tidak akan pernah kekurangan wali – walinya di bumi “


Kenapa banyak orang ingin menjadi Kiai ?
Bagaimana tidak ingin?. jika hanya dengan ngoceh dan duduk – duduk di rumah kebutuhan keluarga tercukupi, bahkan seringkali berlebihan, istri bisa lebih dari satu, setiap orang yang ketemu cium tangan, bahkan seringkali dahaknya yang sudah kehijau – hijauan ditampung orang sebagai jimat (ha ha ha).
Bagaimana tidak ingin?,jika dengan gratis bisa memarahi orang tanpa rasa bersalah, tanpa jabatan struktural dan fungsional bisa duduk bersama atau bahkan lebih tinggi dengan para pejabat, tanpa harus menggaji memiliki pendukung bahkan laskar, tanpa perlu menjadi hakim bisa mengadili, tanpa harus jadi jaksa bisa menuntut, dan tanpa harus bertanggung jawab pada pembangunan bisa memungut pajak (ha ha ha)
Bagaimana tidak ingin ?, jika boleh praktik pengobatan tanpa harus kena pasal malpraktek, jika boleh mengajukan anggaran ritual tanpa pertanggungjawaban laporan keuangan, jika boleh beristri lebih dari satu tanpa kena pasal poligami aturan pemerintah (ha ha ha ha).
Tapi tentunya itu semua adalah pandangan ekstrim yang memiliki orientasi pada duniawi, sebab banyak juga yang bercita – cita menjadi kiai karena pandangan yang lebih baik menurut kacamata syariat dan agama, misalnya ingin memperbaiki kualitas masyarakat sekitar, ingin lebih bisa menyampaikan pesan – pesan agama yang benar, dan yang paling utama adalah untuk mendekatkan diri kepada ilahi Robbi dan memperoleh ridlonya.
Nah oleh karena itu sebenarnya Kiai atau bukan kita tidak perlu risau dan berkeinginan untuk menjadi kiai, karena yang berhak mengeluarkan Surat Keputusan di angkat sebagai Kiai itu hanya Allah, untuk mengenalinya kita hanya diberi petunjuk tentang ciri – cirinya yaitu :
1. Qonaah
2. Zuhud
3. wira’i
4. Selalu mohon ampunan Allah
5. Memuliakan waktu malam
6. Senang berkumpul dengan orang fakir.
7. Istiqomah

Tetapi dalam plesetannya Kiai Dul Al Jipari bahwa menjadi bisa disebabkan oleh tiga hal yaitu : Nasab, Nasib, dan Nusub.
Kiai Nasab yaitu menjadi kiai karena memang keturunan keluarga kiai, kalau jadi kiai maka dia sebagi Kiai Nasab.
Untuk Kiai nasib bisa saja membawanya menjadi kiai, karena tinggal di lingkungan yang mana tidak ada orang yang lebih mengetahui tentang agama atau tidak ada orang yang mau tampil meskipun mereka paham dan hanya sendiri yang mau tampil dan lebih mengetahui maka dia akan menjadi kiai karena lingkungan membawanya bernasib untuk tampil sebagai kiai, Kiai seperti ini dikenal sebagai Kiai Nasib.
Sedangkan yang ketiga kiai Nusub (menyusup bhs Ind) yaitu orang biasa yang menjadi keluarga kiai lebih – lebih sebagai menantu, atau bisa juga karena banyak bergaul dengan kiai dan berpura – pura seolah – olah golongan kiai he he he, dan akan mendapat julukan kiai Nusub.

Minggu, 07 September 2008

DOA MASKOT KEBERHASILAN (1)

Karl Marx mengatakan “Doa adalah Candu“, karena doa menurutnya adalah pelarian dari ketidakmampuan manusia dalam memecahkan satu persoalan. Jika manusia merasa ragu untuk memperoleh sesuatu harapan dan untuk melancarkan segala sesuatu gagal maka akan lari dengan meminta bantuan doa.
Hal ini oleh Karl Marx dianggap sebagai kurang keyakinan pada diri sendiri, suatu sikap ketidak beranian dalam menanggapi kenyataan, baginya daripada berdoa manusia lebih baik berusaha keras untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian sehingga semua itu dapat digunakan sebagai alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan, dengan demikian kita tidak perlu doa tetapi lebih penting adalah menggunakan kekuatan sendiri dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan keahlian yang bisa kita capai dengan kemampuan kita.
Pendapat demikian dikarenakan Karl Mark berpedoman pada filsafat Materialisme, dimana dalam dunia ini hanya ada materi, tidak ada sesuatu diluar materi sehingga Tuhan, malaikat dan segala sesuatu yang diluar materi tidak ada, bahkan dengan tegas dia mengatakan Tuhan telah mati.
Sekarang bagaimana dengan kita, akankah kita juga berpedoman demikian ?
Tentunya tidak demikian jika kita masih berprinsip dan beriman bahwa Tuhan itu ada, doa bagi kita merupakan satu kekuatan yang tidak kita peroleh dari dunia materi, dan kekuatan serta keampuhannya melebihi dari kekuatan dan keampuhan dunia materi. Doa bukan merupakan satu candu dan pelarian saat kita gagal saja, atau dari kurangnya keyakinan kita pada diri sendiri, tetapi merupakan satu kekuatan pendorong saat kita
ingin mencapai tujuan dan sebagai penghibur serta meletakkan keresahan – keresahan serta pembangkit harapan di saat kita mengalami kegagalan. Doa juga merupakan ungkapan syukur kita saat kita memperoleh kebahagian dan anugerah mencapai apa yang kita cita – citakan.